Kamis, 21 November 2024

Setengah Abad tak Jumpa, Undangan Reuni beri Kesan mendalam wartawan senior ke mantan remaja masjid di lingkungan masa kecilnya.


Peserta acara reuni Ikrami (dok. Ikrami)

Sebuah tulisan inspiratif disampaikan oleh seorang wartawan senior sebagai ungkapan terima kasih yang sangat mendalam kepada seorang mantan remaja mesjid  yang memfasilitasi acara pertemuan silaturahmi antar remaja mesjid diwilayahnya, diantara mereka  bahkan belum pernah saling mengenal sebelumnya , dahulu mereka di persatukan dalam ikatan remaja mesjid di wilayah Guntur Jakarta Selatan pada masa remaja. Hari itu genap 50 tahun mereka dipertemukan kembali dalam rangkaian acara silahturahmi dan reuni kepada lebih dari 300 orang remaja mesjid di wilayah mereka,


Reuni Akbar IKRAMI  20-21 Juli 2024, Cisarua, Jawa Barat

Peserta acara reuni Ikrami  (dok. Ikrami)

SETENGAH ABAD tidak jumpa, ratusan mantan remaja Masjid Al-Ikhlas, Gg. Eddy Satu Ujung, Kelurahan Guntur, Jakarta Selatan Sabtu (20/7/2024), tumplek-bleg. Pekik kerinduan, tawa dan jabat serta peluk persahabatan, berhamburan. Hampir dua jam suasana riuh, berbagi kisah masa lalu, saling susulan. Kisah lucu, kisah bengal, kisah apa saja, bak metraliur bersahutan.

"Gila ya, 50 tahun kita gak bertemu," kata mereka yang saat ini sudah banyak sekali rambut putih di kepala dan banyak gigi yang sudah lama berpisah.

Sungguh, Sabtu siang, di Robinson Resort, Cisarua, Jawa Barat, tak ada keluhan apa pun, meski perjalanan menuju ke situ, padat dan terkadang macet, cet. Kalau saja bukan untuk reuni, banyak pemilik tulang tua itu pasti akang berkeluh-kesah: "Capek banget, pegel dan kesel," keluhan lumrah untuk mereka yang sudah berusia di atas 50-60-70 tahun. 

Tapi, siang itu, semua tak terjadi. Meski sesungguhnya, Sabtu pagi, di daerah terminal Mamggarai, tempat sembilan bis yang disediakan untuk membawa rombongan, sebagian sudah berjumpa, tapi di Cisarualah segalanya tertumpah.

Bayang-bayang main galasin (gobak sodor), main bola plastik, main voli, main petak-umpet, main bekel, main lompat karet, main dampu, main gaple, dan segalanya baru saja terjadi.

Bayang-bayang beli gado-gado Yuk Dalem, Lontong Sayur Bu Dullah, beli minyak di Warung Pak Rais, semua seperti terputar kembali. Sungguh, kebahagiaan benar-benar menyeruak.

IKRAMI

Itulah keriaan para mantan remaja IKRAMI. Apa sih itu? Dulu, sekitar 1970, saat Langgar (mushala, istilah sekarang) berubah jadi mesjid Al-Ikhlas, letaknya di Ujung Gang Eddy I. 

Catatan: Gang Eddy adalah pemukiman di daerah Kelurahan Guntur, saat ini di sebagian kecil areanya telah berdiri Gedung Merah-Putih KPK.  Dulu, menurut kisah, wilayah itu milik seorang pengusaha Susu Belanda. Di sana tempat sapi-sapi perahan dipelihara. Namun akhir 1950an, ini belum bisa dibuktikan secara faktual, sang pengusaha kembali ke Belanda.  

Seperti juga Depok, sang pengusaha menyerahkan ke empat tokoh, Pak Eddy (seorang tentara yang saat ikut menumpas DII-TII, meninggal. Untuk menghormatinya, nama Eddy dijadilan nama kampung. Kemudian, dua tokoh Betawi, Pak Ilyas, guru mengaji, Pak Muchtar, yang kemudian menjadi pedagang buah, dan Pak Sumo, yang kemudian bekerja di pemerintahan, diberi kuasa atas tanah-tanah itu. Sekali lagi belum ada fakta aktualnya, hanya saja keempat sesepuh kampung itu dulu dikenal sebagai orang-orang yang memiliki tanah sangat luas.

Kembali ke Mesjid Al-Ikhlas. Ketika masih menjadi langgar, Pak Sumo mengjibahkan tanahnya. Lalu di akhir 1968-69, Bapak saya, Abah Abidin (Zainal Abidin), membebaskan tanah Nenek saya di samping kiri Langgar. Kemudian dihibahkan ke Langgar dan diubahlah menjadi mesjid. Ketua Mesjid yang pertama Bapak Moch. Sadrie, anggota DPR-RI. Abah Bidin bendahara. Lalu ada Mang Akib, Mang Iie, dll.

Awalnya, menurut Atuk, salah seorang remaja yang memiliki bakat melukis sangat tinggi (pembuat Logo Ikrami), berdiri AMMI (Angkatan Muda Mesjidil Ikhlas) dengan Ketuanya Pono. Tapi di awal 1971, atas dasar kesepakatan para pemuda, diubah menjadi Ikrami (Ikatan Remaja Mesjid Al-Ikhlas) dan Ketua terpilih, kakak tertua saya Achmad Sanusi (di kenal dengan panggilan A Mamat).

Tahun 1982, mulai beredar isu daerah yang jika hujan turun deras lebih dari tiga jam  kebanjiran, akan dibebaskan peruntukannya bagi perumahan para duta besar. Di bawah tahun 1985an, Gg. Eddy adalah wilayah yang tidak dipandang sebelah mata, namun ketika rencana pembangunan jalan Soemantri Brodjonegoro membelah daerah Setiabudi hingga ke ujung daerah Kuningan dimulai, mendadak jadi sorotan. Dipimpin Pak Sadrie, kami sempat demo ke kelurahan, sekuat apa pun kami melakukan demo pembongkaran akhirnya terjadi, pada 1985-87 Masjid pun bergeser ke arah Timur di bekas tanahnya Bu Dullah, Mas Herman, dan Mas Rahmat.

Perlahan tapi pasti, Gg. Eddy mulai ditinggalkan oleh mereka yang dulu menjadi penghuninya. Tak banyak lagi liku-liku yang tersisa. Namun, sekuat apa pun perubahan terjadi, kenangan masa kecil tak akan pernah terhapus. Dan, ketika pertemuan ini terjadi, maka bahagialah segalanya. Dalam kitab Al 'Athiyyatul Haniyyah dijelaskan, barang siapa yang membahagiakan orang mukmin lain, Allah Ta'ala menciptakan 70.000 malaikat yang ditugaskan memintakan ampunan baginya sampai hari kiamat sebab ia telah membahagiakan orang lain.

Siapakah orang yang paling berbahagia itu ? Ya, dialah Zainal Arifin, pengusaha muda CEO PT LTE, menjadi penghulu segala kebahagiaan. Ia telah menyisihkan sebahagian hartanya untuk kegiatan tersebut, Arif, begitu ia disapa, sesungguh tinggal agak jauh dari Mesjud Al-Ikhlas, tapi selalu shalat di sana. Kebetulan ada pamannya Mas Suparno yang saat ini menjadi Ketua DKM.

Bpk Zainal Arifin & Bpk Jayadi Soemirat  memastikan kesiapan acara (dok Ikrami)

Arif, yang lahir 1977, sama sekali tidak saya kenal di tahun itu, saat saya mulai kuliah dan bekerja sebagai wartawan 1979, Gg. Eddy hanya sekali-sekali saya singgahi. Meski ketika saya menikah dengan Tjut Irda Triany hingga memiliki putra pertama Banda Arya, saya boyong ke Gg. Eddy. Sungguh, Arif akan menjadi orang yang paling beruntung karena kebaikan dan keikhlasan berbagi. Dan juga yang paling beruntung seluruh panitia, maaf saya tak mengenal semuanya, antara lain: Kesno, Baban, Denny, Manto, Yuyun, Ida.

Mereka begitu ikhlas menyusun dan menjalankan segalanya dengan begitu luar biasa. Menghabiskan pemikiran, tenaga, dan waktu, tanpa pamrih. Sungguh, kebahagiaan menyebar begitu rupa. Pertemuan Atuk, Drajat, Dio, Radhid Rais, Ipun, Acep, Idet, Eddy, Ibrahim, Kiang, dan semuanya yang melemparkan senyum tiada henti...

Semoga ini tidak menjadi yang terakhir bagi kami.

Terima Kasih Arif dan seluruh panitia

M. Nigara alias Empu

Wartawan Senior

Silahkan Login untuk isi komentar!